Qaul artinya perkataan, pendapat atau pandangan. Sedangkan qadim artinya adalah masa sebelumnya atua masa lalu. Jadi makna istilah qaul qadim adalah pandangan fiqih Al-Imam Asy-Syafi'i versi masa lalu.
Qaul qadim
Kebalikan dari istilah itu adalah qaul jadid. Jadid artinya baru. Maka qaul jadid adalah pandangan fiqih Al-Imam Asy-syafi'i menurut versi yang terbaru.
Qaul qadim dan qaul jadid adalah sekumpulan fatwa, bukan satu atau dua fatwa. Memang seharusnya digunakan istilah aqwal yang bermakna jama', namun entah mengapa istilah itu terlanjur melekat, sehingga sudah menjadi lazim untuk disebut dengan istilah qaul qadim dan qaul jadid saja.
Munculnya Qaul Jadid
Al-Imam Asy-syafi'i adalah seorang ilmuwan tulen. Dirinya tidak akan puas dengan satu ilmu. Adalah merupakan kebiasaan beliau untuk melakukan perjalanan dari barat hingga timur, dari utara hingga selatan. Seluruh hidupnya dicurahkan untuk menuntut ilmu.
Makasetelah tinggal di Iraqbeberapa lama, Al-Imam As-syafi'i kemudian
pindah ke Mesir. Di negeri yang pertama kali dibebaskan oleh Amr bin
Al-Ash itu, beliau menemukanbanyak hal baru yang belum pernah
ditemukannya selama ini. Baik tambahan jumlah hadits atau pun logika
fiqih.
Maka saat di Mesir itu, beliau melakukan revisi ulang atas pendapat-pendapatnya selama di Iraq. Revisinya begitu banyak sesuai dengan perkembangan terakhir ilmu dan informasi yang beliau dapatkan di Mesir, sehingga terkumpul menjadi semacam kumpulan fatwa baru. Kemudian orang-orang menyebutnya dengan istilah qaul jadid. Artinya, pendapat yang baru. Sedangkan yang di Iraq disebut dengan qaul qadim. Artinya, pendapat yang lama.
Contoh Perbedaan/ Revisi:
Di antara beberapa contoh perbedaan atau hasil revisi ulang pendapat beliau adalah:
1. Air Musta'mal
Selama di Iraq, Asy-syafi'i berpandangan bahwa air yang menetes dari
sisa air wudhu' seseorang hukumnya suci dan mensucikan. Sehingga boleh
digunakan untuk berwudhu' lagi. Atau seandainya tetesan bekas wudhu' itu
jatuh ke dalam bejana yang kurang dari 2 qullah, maka tidak merusak
apapun.
Namun saat beliau di Mesir, beliau menemukan bahwa dalil-dalil pendapatnya itu kurang kuat untuk dijadikan landasan. Sementara beliau menemukan dalil yang sangat beliau yakini lebih kuat dari dalil pendapat sebelumnya, bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat tidak berwudhu' dengan air bekas wudhu'. Sehingga pendapat beliau dalam qaul jadid adalah sisa air wudhu' itu air musta'mal yang hukumnya suci (bukan air najis) namun tidak sah kalau dipakai berwudhu' (tidak mensucikan).
2. Pensucian Kulit Bangkai
Hewan yang mati menjadi bangkai, maka hukum bangkai itu najis. Namun kulitnya akan menjadi suci bila dilakukan penyamakan (dibagh).
Sebelumnya Imam Asy-Syafi'i di Iraq mengikuti pendapat Imam Malik
bahwa yang suci hanyalah kulit bagian luar saja. Sedangka kulit bagian
dalam tetap tidak suci. Maka boleh kita shalat di atas kulit asalkan
bagian dalam kulit berada di posisi bawah. Sedangkan bila posisi bagian
dalam kulit atas di atas tempat kita shalat, hukumnya tidak sah, karena
dianggap najis.
Ketika beliau hijrah ke Mesir, beliau mengoreksi pendapatnya menjadi suci kedua-duanya. Bagian dalam kulit dan bagian luar, keduanya sama-sama suci setelah dilakukan penyamakan.
Tentunya masih sangat banyak contoh-contoh perbadaan qaul qadim dan jadid, untuk lebih dalamnya kami persilahkan anda membaca saja kitab yang secara khusus ditulis tentang masalah ini. Hebatnya, kitab ini ditulis oleh ulama betawi yang tinggal 40-an tahun di Mesir dan Saudi. Beliau adalah Al-Ustadz Dr. Nahrawi Abdussalam Al-Indunisy, MA. Karya beliau yang kami maksudadalah kitab: Al-Imam Asy-syafi'i Bainal Mazhabaihil Qadim wal Jadid.
0 komentar:
Posting Komentar