Nama
lengkapnya Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amir al-Asbahi al
Madani. Beliau dilahirkan di Madinah tahun 93 H. Sejak muda beliau sudah
hafal Al-Qur’an dan sudah nampak minatnya dalam ilmu agama.
Imam Malik belajar hadits kepada Rabi’ah, Abdurrahman bin Hurmuz, Az-Zuhry,
Nafi’ Maula Ibnu Umar. Belajar Fiqih kepada Said bin Al Musayyab, Urwah
bin Zubair, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Shidiq, Abu Salamah,
Hamid dan Salim secara bergiliran. Belajar qiraat kepada Nafi’ bin Abu
Nu’man.
Ibnu
Al-Kasim berkata : “Penderitaan Malik selama menuntut ilmu sedemikian
rupa, sampai-sampai ia pernah terpaksa harus memotong kayu atap
rumahnya, kemudian di jual kepasar”.
Imam
malik sangat memulikan ilmu dan menghormati hadits Nabi. Imam Malik
tidak mau mempelajari hadits dalam keadaan berdiri. Beliau juga tidak
mau menaiki kuda di kota Madinah karena beliau malu berkuda diatas kota yang dibawah tanahnya ada makam Rasulullah SAW.
Ibnu
Abdu Al-Hakam mengatakan : “ Malik sudah memberikan fatwa bersama-sama
dengan gurunya Yahya bin Sa’ad, Rabiah dan Nafi’, meskipun usianya baru
berusia 17 tahun. Beliau dikenal jujur dalam periwayatannya.
Abu
Dawud mengatakan : “Hadits yang paling shahih adalah yang diriwayatkan
oleh Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Sesudah itu adalah hadits dari
Malik dari Az Zuhry dari Salim dari ayahnya. Beriktnya adalah hadits
dari Malik dari Abu Zanad dari ‘Araj dari Abu Hurairah. Hadits mursal
Malik lebih shahih dari pada hadits mursal Said bin Al Musayyab atau
Hasan Al Basri.”
Sufyan mengatakan : “Jika Malik sudah mengatakan ‘balaghny’ telah sampai kepadaku, niscaya isnad hadits tersebut kuat”.
Imam Syafi’i mengatakan : “Jika engkau mendengar suatu hadits dari Imam Malik, maka ambillah hadits itu dan percayalah”.
Imam
Malik juga dikenal sangat hati-hati dalam masalah hukum halal-haram.
Imam Abdurrahman bin Mahdy meriwayatkan : “Kami pernah disamping Imam
Malik, ketika itu datang seorang laki-laki kepada beliau lalu berkata :
‘Dari perjalanan yang menghabiskan tempoenam bulan lamanya, para
kawanpenduduk dikampung saa membawa suatu masalah kepadaku untuk
ditanyakan kepada engkau”. Imam Malik berkata : “Bertanyalah”. Orang
tadi lalu menyampaikan pertanyaan kepada beliau dan beliau hanya
menjawab : “aku tidak memandangnya baik”. Orang itu terus mendesak
karena menginginkan Imam Malik lebih tegas memfatwakan hukumnya,
“Bagaimana nanti kalau kau ditanya orang di kampungku yang menyuruh aku
datang kemari, bilamana aku telah pulang kepada mereka ?” Imam Malik
berkata : “Katakan olehmu bahwa aku Malik bin Anas mengatakan tidak
menganggapnya baik”. Artinya beliau sangat hati-hati, tidak gegabah
menghukumi haram bila tidak ada dalil nash yang tegas mengharamkannya.
Imam
Malik dipandang ahli dalam berbagai cabang ilmu, khususnya ilmu hadits
dan fiqih. Tentang penguasaannya dalam hadits, beliau sendiri pernah
mengatakan : “Aku telah menulis dengan tanganku sendiri 100.000 hadits”.
Beliau mengarang kitab hadits Al-Muwatta’, merupakan kitab hadits
tertua yang sampai kepada kita.
Pada
masa pemerintahan Khalifah Abu Ja’far Al Manshur beliau pernah memberi
fatwa bahwa “akad orang yang dipaksa itu tidak syah”. Fatwa ini tidak
disukai oleh pemerintah karena bisa membawa konsekuensi juga bahwa baiat
kepada penguasa karena terpaksa adalah juga tidak syah dan itu dianggap
membahayakan kekuasaan Bani Abbas.
Gubernur
Madinah, Ja’far bin Sulaiman memerintahkan agar Imam Malik mencabut
fatwanya, namun Imam Malik menolak. Akibatnya gubernur memukulnya sampai
80 kali sampai tulang belikatnya retak dan mengaraknya diatas kuda
keliling kota Madinah. Sejak itu namanya bukannya menjadi cemar, justru makin melambung dan harum dimata umat.
Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid, beliau meminta Imam Malik agar datang ke Baghdad
dan mengajarkan Al Muwatta’ untuk keluarga istana, maka Imam Malik
berkata , “ Ilmu itu didatangi bukan sebaliknya”. Akhirnya Khalifah
Harun Al Rasyid bersama dua anaknya Al Ma’mun dan Al Amin datang ke
Madinah untuk belajar kitab Al Muwatta’.
Khalifah
Harun Al Rasyid pernah berkata : “Aku akan menggiring manusia kepada
kitab Al Muwatta’ sebagaimana Usman menggiring pada Mushaf Al-Qur’an”.
Keinginan Khalifah tersebut dijawab oleh Imam Malik bahwa hal itu tidak
mungkin, karena sejak Masa Khalifah Usman, sahabat Nabi sudah tersebar
ke berbagai kota dan masing-masing mengembangkan ijtihad dan berfatwa.
Kemudian Imam Malik pun mengarang kitab kumpulan fatwa-fatwa sahabat,
yaitu : Syada’id Abdullah bin Umar (Pendapat-pendapat Abdullah bin Umar yang keras), Rukhas Abdullah bin Abbas (Pendapat-pendapat Abdullah bin Abbas yang ringan) dan Shawazh Abdullah Ibnu Mas’ud (Pendapat-pendapat Abdullah bin Mas’ud).
Metode Ijtihad Imam Malik bin Anas :
- Al-Qur’an
- Hadits (termasuk hadits dhaif yang diamalkan penduduk Madinah).
- Ijma’
- Atsar yang diamalkan penduduk Madinah.
- Qiyas
- Mashlahah Mursalah (keluar dari Qiyas umum karena alasan mencari maslahat)
- Perkataan Sahabat.
Bila
dibandingkan dengan Imam Abu Hanifah (aliran Kufah), mazhab Imam Malik
mewakili aliran Hijaz lebih banyak berdasarkan hadits dan atsar, lebih
sedikit menggunakan porsi dengan ra’yu (Qiyas).
Kitab Kitab Mazhab Maliki :
- Kitab Hadits, Al Muwatta’.
- Syada’id Abdullah bin Umar (Pendapat-pendapat Abdullah bin Umar yang keras)
- Rukhas Abdullah bin Abbas (Pendapat-pendapat Abdullah bin Abbas yang ringan)
- Shawazh Abdullah Ibnu Mas’ud (Pendapat-pendapat Abdullah bin Mas’ud).
0 komentar:
Posting Komentar