Imam an-Nawawi pernah menceritakan bagaimana peran orangtua perempuan
di belakang penguasaan Imam Syafi‘i terhadap fiqh. Ibu Imam Syafi’i
adalah seorang wanita berkecerdasan tinggi tapi miskin. Namun bisa
dikatakan kesetiaannya berada di belakang sang anaklah yang menjadikan
Imam Syafi’i menjadi ilmuwan sejati hingga saat ini.
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif.
Di sana, meski hidup tanpa suami, sang ibu telah sukses menerjemahkan
visi jangka panjang untuk membawa nama harum sang anak ke hadapan
Allahuta’ala. Sekalipun hidup dalam sebatang kara, hal itu tidak
menghalangi sang ibu untuk menempatkan anaknya dalam kultur pendidikan
agama yang terbaik di Mekkah.
Sang ibu sadar, ia tidak memiliki banyak uang, namun kecintaananya
terhadap Allah dan buah hatinya, sang ibu meluluhkan hati sang guru
untuk rela mengajar Imam Syafi’i meski tanpa bayaran.
Sekalipun hidup dalam kemiskinan, kecintaan Imam Syafi’i tak sama
sekali membuatnya pantang menyerah dalam mencintai Islam dan menimba
ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit,
pelepah kurma, dan tulang unta semata-mata demi kecintaannya dalam
menulis Islam. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan
tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah
bertuliskan hadits-hadits Nabi.
Hingga pada usia sebelum beranjak ke 15 tahun, Imam Syafi’i
menceritakan hasratnya kepada sang ibu yang sangat dikasihinya tentang
sebuah keinginan seorang anak untuk menambah ilmu diluar Mekkah. Mulanya
sang bunda menolak. Berat baginya melepaskan Syafi’i, dalam sebuah
kondisi dimana beliau berharap kelak Imam Syafi’i tetap berada
bersamanya untuk menjaganya di hari tua.
Namun demi ketaatan dan kecintaan Syafi’i kepada Ibundanya, maka
mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginannya itu. Meskipun demikian
akhirnya sang ibunda mengizinkan Imam Syafi’i untuk memenuhi hajatnya
untuk menambah Ilmu Pengetahuan ke luar kota.
Sebelum melepaskan Syafi’i berangkat, ibunda Imam Syafi’i menjatuhkan
doa ditengah rasa haru orangtua kandung memiliki anak yang telah jatuh
hati pada ilmu,
“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam! Anakku ini akan
meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela
melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu.
Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya.
Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat
melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan
yang berguna, amin!”
Setelah usai berdo’a, sang ibu memeluk Syafi’i kecil dengan penuh
kasih sayang bersama linangan air mata membanjiri jilbabnya. Ia sangat
sedih betapa sang anak akan segera berpisah dengannya. Sambil mengelap
air mata dari wajahnya, sang ibu berpesan,
“Pergilah anakku. Allah bersamamu. Insya-Allah engkau akan menjadi
bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang
karena ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah itulah
sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan!” Subhanallah
Selepas mendengar doa itu, Imam Syafi’i mencium tangan sang ibu dan
mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya. Sambil meninggalkan wanita
paling tegar dalam hidupnya itu, Imam Syafi’i melambaikan tangan
mengucapkan salam perpisahan. Ia berharap ibundanya senantiasa
mendo’akan untuk kesejahteraan dan keberhasilannya dalam menuntut Ilmu.
Imam Syafi’i tak sanggup menahan sedihnya, ia pergi dengan lelehan
airmata membanjiri wajahnya. Wajah yang mengingatkan pada seorang ibu
yang telah memolesnya menuju seorang bergelar ulama besar. Ya ulama
besar yang akan kenang sampai kiamat menjelang.
Itulah peran yang ditopang seorang ibu yang selalu memasrahkan buah
hatinya kepada Allah berserta kekuatan tauhid yang menyala-nyala. Inilah
karakter sejati seorang ibu yang telah menyerahkan jiwa raga anaknya
hanya kepada ilmu. Menyerahkan segala aktivitasnya dalam rangka
pengabdian kepada Allah. Dari mulai ia melahirkan, mengasuhnya tanpa
suami, membesarkannya, hingga mengantar Syafi’i menjadi Imam Besar Umat
Islam hingga kini.
sumber eramuslim.com
dikutip dari mejapojok.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar