SAINS DALAM PERSPEKTIF ISLAM[1]
oleh: Ahmad Muzaqqi
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sains merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu
untuk menghadapi zaman yang sarat dengan persaingan ini, tak terkecuali kaum
muslimin. Karena dengan sains, seseorang bisa dihormati dan diakui
keberadaannya oleh masyarakat. Selain itu, sains juga menjadi salah satu
indikator kemajuan suatu bangsa, karena pada dasarnya semua bidang kehidupan
memerlukan sains.
Dari sinilah, untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman, kita kaum muslimin harus berusaha mempelajari dan menguasai sains. Tapi,
disisi lain, kita juga tidak diperbolehkan untuk melanggar ajaran Islam yang
telah disempurnakan oleh Allah SWT. Karena pada hakikatnya, semua yang ada di
alam semesta ini akan kembali kepadaNya, bahkan sebenarnya sains dan berbagai
ilmu lainnya telah terkandung di dalam kalamNya, al-Qur’an.
Hal-hal itu kita lakukan dengan tujuan agar Islam bisa
menjaga persaingan dengan negara-negara Barat, yang notabennya adalah penguasa
sains masa kini. Disamping itu, dengan mentaati ajaran Allah, maka kita akan
selalu mendapatkan perlindungan dan ridhaNya.
B.
Rumusan
Masalah
Untuk memperjelas apa yang ingin dibahas oleh penulis,
maka penulis merumuskan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut.
1.
Apa
yang dimaksud dengan sains?
2.
Bagaimana
pendidikan sains yang relevan dengan ajaran Islam?
3.
Bagaimana
al-Qur’an (sumber hukum Islam) sebagai sumber ilmu sains?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sains
Istilah sains diambil dari bahasa Latin scio, scire,
scientia, yang bermakna ”aku tahu, mengetahui, pengetahuan” tentang apapun
oleh siapapun dengan cara apapun.[2]
Sains berarti ilmu, sains juga dapat diartikan sebagai
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
di bidang (pengetahuan) itu dan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat
diukur dan dibuktikan.[3]
Berdasarkan “Webster New Collegiate Dictionary”,
definisi dari sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan
pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum
alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah.
Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan
yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan
menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam.[4]
Sedangkan menurut pendapat beberapa ahli, pengertian
sains adalah sebagai berikut.
1.
Sund dan Trowbribge
merumuskan bahwa sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.
2.
Kuslan Stone
menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk
mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan
proses yang tidak dapat dipisahkan.
3. Sardar berpendapat bahwa sains adalah sarana yang pada
akhirnya mencetak suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan
dunianya.[5]
Sedangkan ilmu sains yang tergolong dalam kumpulan ilmu
sains terapan (telah mengalami penyesuaian, antara makna dengan kenyataan)
adalah dikaitkan dengan teori dan dasar untuk menciptakan sesuatu hasil yang
dapat memberi manfaat kepada manusia. Sehingga
sains mengkaji tentang fenomena fisik.[6]
Dari beberapa pengertian diatas, maka secara ringkas
sains merupakan ilmu/pengetahuan yang dapat menjelaskan sebuah gejala/fenomena
alam, sehingga berguna bagi kehidupan manusia.
B.
Pendidikan
Sains yang Relevan dengan Ajaran Islam
Sains memang merupakan hal yang sangat penting, apalagi
di zaman modern ini, yang sangat menjunjung tinggi nilai rasionalitas (terutama
negara Barat), sehingga segala sesuatu harus disesuaikan dengan logika. Tapi,
kita sebagai kaum Muslimin harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama
Islam, meskipun pada kenyataannya kita juga harus menyesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Sebenarnya, bila kita amati, antara ajaran Islam dengan
pendidikan sains tidak ada pertentangan, bahkan Islam mewajibkan umatnya untuk
mencari ilmu. Salah satu dasar (dalil) yang populer adalah hadits Rasulullah
SAW.
قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلىَّ الله تــَعَالَى عَلَيــْهِ وَسَلـَّمَ:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيــْضَةٌ عَلَى كُلِّ
مُســـلِمٍ وَ مُسْـــلِمَةٍ
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda :
“Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap orang Islam laki-laki dan
perempuan.”[7]
Dalam hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum
mencari ilmu adalah fardhu ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak
pendapat yang muncul dalam menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits
tersebut. Para ahli ilmu kalam memandang bahwa belajar teologi merupakan sebuah
kewajiban, sementara para fuqaha’ berpikir bahwa ilmu fiqih dicantumkan dalam
al-Qur’an. Sedangkan menurut Imam Ghazali, ilmu yang wajib dicari menurut agama
adalah terbatas pada pelaksanaan kewajiban syari’at Islam yang harus diketahui
dengan pasti. Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai peternak binatang,
haruslah mengetahui hukum-hukum tentag zakat.[8]
Sedangkan dalam sumber lain, penulis menemukan pendapat
Shadr al-Din Syirazi. Menurutnya ada beberapa poin yang dapat diambil dari
hadits tersebut:
1.
Kata “ilm”
(pengetahuan atau sains), memiliki beberapa makna yang bervariasi. Kata “ilm”
dalam hadits ini bermaksud untuk menetapkan bahwa pada tingkat ilmu apapun
seseorang harus berjuang untuk mengembangkan lebih jauh. Nabi bermaksud bahwa
mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, baik itu para ilmuwan maupun
orang-orang yang bodoh, para pemula mupun para sarjana terdidik. Apapun tingkat
ilmu yang dapat dicapainya, ia seperti anak kecil yang beranjak dewasa,
sehingga ia harus mempelajari hal-hal yang sebelumnya tak wajib baginya.
2.
Hadits ini
menyiratkan arti bahwa seorang Muslim tidak akan pernah keluar dari tanggung
jawabnya untuk mencari ilmu.
3. Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela
atau jelek dirinya sendiri, karena ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu
dibutuhkan. Alasan mengapa beberapa ilmu dianggap tercela adalah karena
akibat-akibat tercela yang dihasilkannya.[9]
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat kita lihat bahwa
ajaran Islam juga mencakup tentang pendidikan sains yang notabennya adalah ilmu
yang berguna bagi kehidupan (dunia) manusia.
Tapi, disini, ilmu (sains) yang dipelajari haruslah
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyejahterakan umat,
mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Tidak dibenarkan, apabila ada orang
Islam yang menuntut ilmu pengetahuan hanya untuk mengejar pangkat, mencari
gelar, dan keuntungan pribadi. Selain itu, ilmu yang telah didapat harus
disebarkan (diajarkan kepada orang lain) dan diamalkan (tingkah lakunya sesuai
dengan ilmunya).[10]
Bila seseorang dapat melakukan ketiga hal tersebut, maka
derajat orang tersebut diangkat oleh Allah dan disamakan dengan orang-orang
yang berjuang di medan perang (berjihad di jalan Allah). Tentu kita sebagai
hambaNya menginginkan hal tersebut.
Memang benar peribahasa “........... bersusah-susah
dahulu, bersenang-senang kemudian”, untuk menggapai sesuatu yang diinginkan dan
diimpi-impikan tentu tidak mudah, sehingga untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
(sains) yang dapat mensejahterakan kehidupan dunia sekaligus mendapatkan
derajat yang tinggi di Mata Allah, seseorang harus berperang dengan hawa
nafsunya yang selalu mementingkan kehidupan duniawi. Kebanyakan ilmuwan, bahkan
ilmuwan Muslin lupa akan tujuan ukhrowinya, mereka lebih senang menganggap
bahwa sains merupakan sarana mencari penghidupan, bukan sarana mendekatkan diri
kepada Sang Maha Kuasa. Konsep sains seperti itu lebih mirip dengan konsep
sains Barat, yang tentunya salah.
Sehingga sebagai umat Muslim, kita membutuhkan sains yang
disusun dari kandungan Islam yang memiliki proses dan metodologi yang mempu
bekerjasama dengan semangat nilai-nilai Islami dan yang dilaksanakan
semata-mata untuk mendapatkan keridhaan dari Allah. Sains semacam ini akan
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim dan bekerjasama dalam konteks etika
Islam. Sifat dasar dan jenis sains ini harus jauh berbeda dari sains Barat.[11]
Tapi, untuk mendapatkan bentuk sains yang seperti ini,
hampir tidak mungkin, bila dilihat dari kesadaran dan pemahaman kaum Muslimin
sekarang. Bila dilihat, mereka lebih banyak meniru dan menganut
pendapat-pendapat ilmuwan Barat, yang sudah jelas-jelas salah. Ini sangat
ironis, karena Islam yang dulu pernah menguasai ilmu pengetahuan dunia, kini
malah meniru dan berkiblat kepada sains Barat, tanpa berusaha mencari kebenaran
sains yang hakiki.
Dalam memecahkan masalah ini, penulis perlu memaparkan
bahwa Islam adalah sebuah sistem agama, kebudayaan, dan peradaban secara
menyeluruh. Ia merupakan sistem holistik dan nilai-nilainya menyerap setiap
aktivitas manusia, yang tentunya sains termasuk di dalamnya. Dan bila diulas
kembali makna sains sebagai metode yang rasional dan empiris untuk mempelajari
fenomena alam, maka menggali ilmu sains dalam Islam adalah satu-satunya cara
untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang Sang Pencipta, dan
menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat Islam. Ia sendiri tidak akan
berakhir. Oleh karena itu, sains tidak dipelajari untuk sains itu sendiri, akan
tetapi untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. dengan mencoba memahami ayat-ayatNya.[12]
Dalam dunia sains, konsep sains seperti ini sering
disebut sebagai konsep sains Islam, yang notabennya adalah ilmu sains yang
dalam mempelajarinya tidak akan pernah bertentangan dengan hukum dan ajaran
Islam. Karena sains itu sendiri dijadikan sarana untuk beribadah kepadaNya,
Sang Maha Pemilik Ilmu.
Penerapan sains Islam akan menciptakan suasana yang
menggugah ingatan kita kepada Allah, mendorong perilaku yang sesuai dengan
ketentuan syariat, dan mengingatkan nilai-nilai konseptual yang ada dalam
al-Qur’an.[13]
Dalam bidang pendidikan (khususnya Pendidikan Agama
Islam), bentuk sains seperti ini sangat diperlukan untuk mewujudkan kaum
pelajar yang benar-benar memahami konsep sains Islam, sehingga mereka tidak
memiliki keraguan dan ketakutan dalam mempelajari sains. Selain itu, untuk
menghindarkan mereka dari perbuatan yang dilarang oleh agama, yang biasanya
disebabkan oleh minimnya pemahaman mereka. Jadi, secara jelas konsep sains
Islam akan menghasilkan kesempurnaan pemahaman sains, dan mendatangkan
kenikmatan kehidupan duniawi dan ukhrowi, yang tentunya diidam-idamkan oleh
semua orang yang beriman. Selain itu, buah manis dari konsep sains Islam adalah
akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, yang nantinya akan membangkitkan
semangat kaum Muslimin dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal inilah akan menjadi
jawaban dari pertanyaan, “Mengapa orang Islam makin banyak, tapi kualitas
mereka jauh menurun dibanding dengan orang-orang Islam dahulu?”.
C.
Al-Qur’an
Sebagai Sumber Ilmu Sains
Di zaman sekarang, bila kita amati banyak orang yang
mencoba menafsirkan beberapa ayat al-Qur’an dalam kaitannya dengan ilmu
pengetahuan modern. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan mukjizat al-Qur’an
sebagai sumber segala ilmu, dan untuk menumbuhkan rasa bangga kaum muslimin
karena telah memiliki kitab yang sempurna ini.
Tetapi, pandangan yang menganggap bahwa al-Qur’an sebagai
sebuah sumber seluruh ilmu pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang baru, sebab
kita mendapati banyak ulamak besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan
demikian. Diantaranya adalah Imam al-Ghazali. Dalam bukunya Ihya ‘Ulum
al-Din, beliau mengutip kata-kata Ibnu Mas’ud: “Jika seseorang ingin
memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan modern, selayaknya dia
merenungkan al-Qur’an”. Selanjutnya beliau menambahkan: “Ringkasnya, seluruh
ilmu tercakup di dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan al-Qur’an adalah
penjelasan esensi, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak ada batasan terhadap
ilmu-ilmu ini, dan di dalam al-Qur’an terdapat indikasi pertemuannya (al-Qur’an
dan ilmu-ilmu)”.[14]
Bahkan pada sebuah sumber yang dikutip oleh penulis,
dijelaskan bahwa mukjizat Islam yang paling utama ialah hubungannya dengan ilmu
pengetahuan. Surah pertama (al-Alaq, ayat 1-5) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
SAW ialah nilai tauhid, keutamaan pendidikan, dan cara untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan diberikan penekanan yang mendalam.[15]
Firman Allah SWT (Al-alaq 1-5) :
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”[16]
Kata “bacalah” dalam ayat tersebut mengandung arti
tentang perintah menuntut ilmu, apalagi pada saat itu (awal kenabian), bangsa
Arab sedang berada pada zaman jahiliyah (kebodohan).
Jika sains dikaitkan dengan fenomena alam, maka dalam
al-Qur’an lebih dari 750 ayat menjelaskan tentang fenomena alam. Salah satunya
adalah pada Surah Luqman, ayat 10.
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu
melihatnya dan dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu
tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis
binatang. dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan padanya
segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.”[17]
Dalam ayat tersebut, menjelaskan tentang betapa besarnya
kekuasaan Allah SWT. dalam menciptakan mahluk-mahlukNya. Tidak berhenti sampai
disitu, kita juga diperintahkan untuk mempelajarinya (mahluk). Hal ini telah
banyak dilakukan oleh orang (ilmuwan) Barat, dan malah kebanyakan dari kita
hanya mengikuti apa yang mereka katakan. Padahal, kita sebagai hambaNya
seharusnya memiliki keharusan yang lebih besar dari pada mereka. Karena bila
diamati, tidak sedikit dari pandangan mereka melenceng dari ajaran agama Islam.
Bila kita hanya mengikuti mereka, dikhawatirkan kita akan terjerumus kedalam
jalan kesesatan bersama mereka. Seperti contoh, pandangan Darwin tentang teori
evolusi yang menyebutkan bahwa manusia zaman dahulu memiliki bentuk fisik
menyerupai kera, itu merupakan pendapat yang tidak sesuai dengan al-Qur’an.
Karena secara jelas, manusia pertama yang diciptakan Allah adalah Nabi Adam AS.
Mempelajari ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan (sains) merupakan hal yang sangat sulit, maka dari itu, Islam sangat
memuliakan para ahli ilmu, sehingga dalam Surah al-Mujadilah ayat 11, derajat
mereka diangkat oleh Allah SWT.
Artinya : "......... niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”[18]
Dalam potongan ayat tersebut, Allah menjajarkan iman
dengan ilmu. Disinilah terlihat betapa pentingnya ilmu, karena orang yang
beriman tanpa memiliki ilmu maka segala ibadahnya akan ditolak. Sedangkan
sebaliknya, orang berilmu tanpa beriman, maka ilmunya dapat menyesatkannya
menuju jalan yang dilarang dan dilaknatNya.
Disinilah, kita sebagai hambaNya yang beriman harus
ekstra hati-hati dalam mempelajari suatu ilmu. Kita harus selalu mengembalikan
semuanya kepadaNya, kita harus berusaha mencocokkan segala jenis ilmu dengan
kalamNya (al-Qur’an) yang sempurna.
Karena sudah jelas, al-Qur’an membahas banyak Ilmu,
antara lain ilmu yang berhubungan dengan kemasyarakatan yang memberi pedoman
dan petunjuk berkaitan dengan perundang-undangan tentang halal dan haramnya
suatu aktiviti, peradaban, muamalat antara manusia dalam bidang ekonomi,
perniagaan, sosiobudaya, peperangan dan perhubungan antar bangsa. Juga terdapat
maklumat ataupun isyarat (hint-suggestions) tentang perkara-perkara yang
telah menjadi tumpuan kajian sains, misalnya, sidik jari sebagai tanda
pengenal, penciptaan bumi dan langit, dan lain-lain.[19]
Dari sini, maka pantaslah kalau di zaman ini banyak
ilmuwan (ilmuwan Barat khususnya) yang berusaha mempelajari al-Qur’an demi
memahami suatu kajian sains. Tapi, kita sebagai umat Muslim jangan sampai kalah
dengan mereka, sehingga peradaban Islam dapat bangkit kembali. Ketika peradaban
Islam mulai bangkit, maka kemungkinan besar dunia dapat dikuasai oleh Islam,
sehingga konsep Islam sebagai agama yang “Rahmatan lil-‘Alamin”
(kesejahteraan bagi seluruh dunia) dapat terwujud secara nyata.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang telah dipaparkan, maka
penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1.
Sains
merupakan ilmu/pengetahuan yang dapat menjelaskan sebuah gejala/fenomena alam,
sehingga berguna bagi kehidupan manusia.
2.
Sains
yang relevan dengan ajaran Islam harus dapat menjadi media untuk mengingat
Allah dan memajukan peradaban masyarakat Islam. Dan tidak dibenarkan bila kita
mempelajari sains hanya untuk memperoleh penghidupan dan kesenangan dunia,
apalagi berbuat maksiat, yang nanti pada ahirnya akan merugikan diri sendiri.
3.
Banyak
sekali kajian sains yang merujuk pada al-Qur’an. Banyak ayat-ayat al-Qur’an
yang menjelaskan tentang fenomena-fenomena alam dan keutamaan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itulah, banyak ilmuwan yang dalam mempelajari sains mencari
referensi dari al-Qur’an.
B.
Saran
Beberapa saran yang ingin penulis berikan kepada pembaca
sebagai sesama umat Muslim adalah sebagai beikut.
1.
Kita
harus ekstra hati-hati dalam menelaah pendapat-pendapat ilmuwan sains. Karena
tidak menutup kemungkinan pendapat tersebut merupakan pendapat yang sesat
(tidak sesuai dengan ajaran Islam).
2.
Kita
harus memperbanyak kegiatan-kegiatan belajar dan mengamati (mempelajari
lingkungan sekitar), agar kita bisa selalu eksis dan krisis, tidak hanya pasif.
3.
Mari
kita tumbuhkan rasa cinta kepada Kitab Suci kita sendiri, al-Qur’an, karena
sesungguhnya bila kita memahami isinya, tentunya dibantu oleh seorang guru,
maka kita bisa menguasai sains, dan mungkin bisa mengalahkan para ilmuwan
Barat, karena kita secara tidak langsung mendapaat pertolonganNya.
4.
Jangan
pernah lupa kepada Dzat Yang Menciptakan kita. Walaupun kita dalam keadaan
sesempurna apapun (misalnya, pandai, kaya, berkuasa), karena sesungguhnya
Dialah Yang Maha Sempurna.
Setelah menyelesaikan makalah yang hanya beberapa lembar
ini, mungkin ada kesalahan baik dalam penulisan maupun penyusunan kalimat,
penulis minta maaf, karena penulis hanya manusia biasa, sedangkan kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Agar penulis bisa menjadi lebih baik di masa yang
akan datang, saran serta kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam
al-Syaikh Ibrahim bin Ismail. Tth. Ta’lim al-Muta’allim. Semarang:
Pustaka al-Alawiyah.
Butt, Nasim.
2001. Sains dan Masyarakat Islam (Diterjemahkan oleh Masdar Hilmy dari Buku
Science and Muslim Society). Bandung: Pustaka Hidayah.
Fauziyah,
Lilis R.A. dan Andi Setyawan. 2009. Kebenaran al-Qur’an dan Hadits.
Solo: Tiga Serangkai.
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1786489-pengertian-filsafat-sains/log
http://my.opera.com/ilmyaku/blog/2009/11/04/sains-dalam-islam
http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/
http://www.junaidi.co.cc/2010/03/pengertian-sains-teknologi-dan-seni.html
Mahdi,
Ghulsyani. 2001. Filsafat-Sains Menurut Al-Qur’an (Diterjemahkan oleh Agus
Efendi dari Buku The Holy Quran and the Science of Nature). Bandung:
Penerbit Mizan.
Noordin,
Sulaiman. 2000. Sains Menurut Perspektif Islam (Diterjemahkan oleh Munfaati).
Jakarta: Dwi Rama.
Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an. 1990. Al-Qur’an dan
Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
al-Qur’an.
[1]
Makalah ini telah dipresentaikan dalam Ujian Mata Pelajaran B.Indonesia di MA
YASPIA Ngroto pad atahun 2010
[2] http://my.opera.com/ilmyaku/blog/2009/11/04/sains-dalam-islam
[3]
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1786489-pengertian-filsafat-sains/log
[4]
http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/
[5] http://www.junaidi.co.cc/2010/03/pengertian-sains-teknologi-dan-seni.html
[6]
Sulaiman Noordin, Sains Menurut Perspektif Islam (Diterjemahkan oleh
Munfaati), Dwi Rama, Jakarta, 2000,
hal.149-150.
[7] Al-Imam
al-Syaikh Ibrahim bin Ismail, Ta’lim al-Muta’allim, Pustaka al-Alawiyah,
Semarang, tth, hal.4.
[8] Dr. Mahdi
Ghulsyani, Filsafat-Sains Menurut Al-Qur’an (Diterjemahkan oleh Agus Efendi
dari Buku The Holy Quran and the Science of Nature), Penerbit Mizan,
Bandung, 2001, hal.40.
[9] Ibid,
hal.43.
[10] Lilis
Fauziyah R.A. dan Andi Setyawan, Kebenaran al-Qur’an dan Hadits, Tiga
Serangkai, Solo, 2009, hal.114.
[11] Nasim Butt, Sains
dan Masyarakat Islam (Diterjemahkan oleh Masdar Hilmy dari Buku Science and
Muslim Society), Pustaka Hidayah, Bandung, 2001, hal.63-64.
[12] Ibid,
hal.69-70.
[13]
Ibid, hal.92.
[14] Dr. Mahdi Ghulsyani,
Op.Cit, hal.137.
[15] Sulaiman
Noordin, Op.Cit, hal.1.
[16] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al
Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
al-Qur’an, Jakarta, 1990, hal.1079.
[17] Ibid,
hal.654.
[18] Ibid, hal. 910-911.
Togel Online !!! SGP | HKG | SYD
BalasHapusAyo Bertaruh Bersama kami di agens128. win
dapatkan potongan langsung pada setiap taruhan togel anda
Proses Depo Dan WD Tercepat yang Pernah ada !
Info Lebih Lanjut Hubungi Contact Kami :
BBM : D8B84EE1 / BBM : AGENS128
Line id : agens1288
WhatsApp : 087789221725
Telegram : AgenS128